Sunday, August 15, 2021

Kisah Rasulullah Muhammad SAW Bagian 9

 Bagian 9

Pernikahan Abdullah dengan Aminah

Allah sudah menentukan bahwa jodoh yang paling tepat untuk Abdullah adalah Aminah binti Wahb. Aminah adalah gadis yang paling baik keturunan dan kedudukannya di kalangan suku Quraisy.

Musim semi tahun 570 Masehi pun tiba. Batang-batang gandum di Yaman tumbuh menjulang tinggi. Dedaunan kurma di kota Tha'if kembali bersemi. Sementara itu, padang-padang rumput dipenuhi harum bunga-bunga yang tumbuh di kebun-kebun.

Bagi penduduk Mekah, musim semi adalah tanda kebebasan dan dimulainya lagi perdagangan

musim panas ke Syria. Abdullah pun berniat pergi musim ini.

"Kanda, sebenarnya hatiku sangat berat melepas kepergianmu. Entah mengapa hatiku diliputi kekhawatiran dan kegelisahan. Aku bahkan berharap dapat menemukan suatu alasan untuk menahan kepergianmu," keluh Aminah kepada suaminya.

Abdullah tersenyum menentramkan, "Hatiku pun terasa tertinggal di sini, Dinda. Aku tahu begitu besar rasa sayangmu kepadaku sehingga engkau berharap dapat terus berada di sisiku."

"Bukan cuma itu, damai rasanya berada di sampingmu, Kanda."

Abdullah mengangguk, "Tetapi Dinda, kini di dalam perutmu ada bayi kita. Kau tahu aku adalah pemuda tak berada. Saat ini, kita hanya

mempunyai lima ekor kambing perah. Selain itu, tak ada lagi kekayaan yang dapat menghidupi kita berdua selain sedikit kurma dan daging kering. Karena itu, inilah saatnya bagiku untuk pergi berniaga dan menambah penghasilan kita."

Aminah terpaksa mengangguk menerima kenyataan itu. Ia memandang kepergian Abdullah dengan sendu, seolah itu adalah detik-detik terakhir ia dapat melihat wajah suaminya.

Hamzah bin Abdul Muthalib

Pada hari pernikahan Abdullah dengan Aminah, Abdul Muthalib pun menikahi sepupunya yang bernama Hala. Dari perkawinan ini, lahirlah Hamzah, paman Rasulullah yang seusia dengan beliau.

Abdullah Meninggal

Bersama kafilah dagang, Abdullah tiba di Gaza. Kemudian, dalam perjalanan pulang, ia singgah di

Yatsrib. Di sana, ia tinggal bersama saudara-saudara ibunya. Namun, ketika kawan-kawannya dari Mekah hendak mengajaknya pulang, Abdullah jatuh sakit.

"Rasanya, aku takkan kuat menempuh perjalanan pulang," kata Abdullah kepada kawan-kawannya. "Kalian berangkatlah dan sampaikan pesan kepada ayahku bahwa aku jatuh sakit."

Kawan-kawannya mengangguk, "Akan kami sampaikan pesanmu. Baik-baiklah engkau di sini."

Kafilah Mekah pun beranjak pulang. Ketika tiba di rumah, mereka menyampaikan pesan Abdullah kepada Abdul Muthalib.

"Harits!" panggil Abdul Muthalib kepada putra sulungnya. "Pergilah ke Yatsrib. Lihatlah keadaan adikmu. Jika sudah sembuh, jemputlah ia pulang."

Harits pun segera berangkat. Ketika tiba di rumah paman-pamannya di Yatsrib, yang ditemuinya adalah wajah-wajah duka.

"Abdullah telah meninggal," kata mereka kepadanya, "mari, kami antar engkau ke pusaranya."

Harits pun menyampaikan berita sedih itu ke Mekah. Melelehlah air mata di pipi Abdul Muthalib. Namun, kesedihan yang paling berat dirasakan oleh Aminah. Apalagi di saat itu ia tengah menantikan kelahiran bayinya.


"Selamat jalan, Kanda," isak Aminah, "hilanglah seluruh kebahagiaan hidupku bersamamu. Kini, tinggallah aku yang hidup untuk membesarkan bayi kita."

Tidak lama lagi, bayi Aminah akan lahir. Bayi yang kelak ditakdirkan Allah menjadi orang besar yang mengubah jalannya sejarah dunia.

Peninggalan Abdullah

Saat meninggal, Abdullah meninggalkan lima ekor unta, sekelompok ternak kambing, dan seorang budak perempuan bernama Ummu Aiman yang kelak menjadi pengasuh Rasulullah. Nama aslinya adalah Barokah. Ia berasal dari Habasyah.

Shallu 'alan Nabi...

Kisah Rasulullah Muhammad SAW Bagian 8

 Bagian 8

Kehancuran Abrahah

Allåhlah yang melindungi rumah suci-Nya. Ketika pasukan Abrahah bergerak mendekat, gajah Abrahah berhenti. Sekeras apa pun Abrahah memukulinya, gajah itu tetap duduk tenang, bahkan akhirnya berusaha berjalan lagi ke arah Yaman.

"Maju! Maju! Apa yang terjadi padamu?" bentak Abrahah pada tunggangannya.

"Dalam berbagai medan pertempuran, belum pernah kamu mengecewakan aku seperti ini! Kamu bahkan tampak ketakutan! Ada apa sebenarnya?"

"Paduka! Ada yang datang dari arah laut!" teriak seorang prajurit sambil menunjuk-nunjuk panik.

Saat itulah, dari arah laut, Allah mengirim kawanan burung yang kepakan sayapnya menutupi sinar matahari seperti iringan awan mendung yang bergerak cepat. Burung-burung itu menjatuhkan batu-batu menyala ke arah pasukan gajah. Dengan panik setiap orang berusaha menyelamatkan diri, tetapi sia-sia. Semua orang, termasuk Abrahah, mati.

Peristiwa ini Allah abadikan dalam surat Al Fil :

أَلَمۡ تَرَ كَيۡفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأصَۡحََٰبِ ٱلۡفِيلِ

Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah?

أَلَمۡ يَجۡعَلۡ كَيۡدَهُمۡ فِي تَضۡلِيلٖ وَأَرۡسَلَ عَلَيۡهِمۡ طَيۡرًا أَبَابِيلَ

Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka´bah) itu sia-sia?

وَأَرۡسَلَ عَلَيۡهِمۡ طَيۡرًا أَبَابِيلَ

dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong,

تَرۡمِيهِم بِحِجَارَةٖ من سِ جيلٖ

yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,

فَجَعَلَهُمۡ كَعَصۡفٖ مَّأۡكُولِِۢ

lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).

Surah Al-Fil (105:1-5)


Wabah Penyakit

Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa yang dibawa burung itu adalah kuman kuman wabah penyakit cacar. Dalam beberapa hari saja seluruh pasukan mati dengan tubuh rusak seperti daun dimakan ulat.

Abrahah berhasil kembali ke Yaman, tetapi tidak lama setelah itu ia pun mati seperti pasukannya.


Kembali ke Mekah

Abdullah bin Abdul Muthalib tidak jadi disembelih karena telah ditebus ayahnya dengan 100 ekor unta.

Abdullah adalah pemuda yang berwajah tampan. Kegagahan parasnya banyak menarik perhatian gadis-gadis Mekah. Apalagi setelah mereka tahu bahwa nyawa Abdullah telah ditebus dengan 100 ekor unta, suatu jumlah yang luar biasa yang tidak pernah dialami seorang pun sebelumnya. Walaupun banyak gadis yang berusaha menggodanya, kesopanan Abdullah tetap terjaga.

Gadis yang Meminang

Setelah penebusan Abdullah, Abdul Muthalib menggandeng tangan putranya menuju rumah Wahb bin Abdul Manaf. Wahb mempunyai seorang putri bernama Aminah. Abdul Muthalib sudah sepakat dengan Wahb untuk menikahkan putra-putri mereka.

Namun, di tengah jalan, seorang gadis cantik menegur Abdullah, "Engkau akan pergi ke mana, wahai Abdullah?"

"Aku akan pergi bersama ayahku."

Tanpa memedulikan Abdul Muthalib, gadis itu berkata, "Kulihat engkau memang dituntun ayahmu, tak ubahnya seperti seekor unta yang akan disembelih. Demi engkau, aku akan menerimamu jika engkau mau menikahi diriku sekarang juga."

Abdullah terperangah. Ia menatap gadis itu dengan gugup.

"Siapakah gadis ini? Pikir Abdullah, "dilihat dari pakaiannya yang dipenuhi perhiasan mahal, ia pasti seorang gadis bangsawan. Matanya yang hitam memancarkan sinar yang teduh seperti yang biasa dimiliki gadis-gadis berperangai lemah

lembut dan penuh kasih sayang. Apa yang harus kukatakan kepadanya?"

Ketika Abdullah menoleh kepada ayahnya, dilihatnya Abdul Muthalib memberi isyarat agar Abdullah terus melangkah dan tidak menggubris sang gadis .

"Aku bersama ayahku." Aku tak kuasa menolak kehendaknya dan berpisah dengannya.

Abdullah kembali berjalan bersama ayahnya. Hatinya dipenuhi rasa iba dan simpati kepada gadis yang ditinggalkannya.

Hari itu juga, Abdul Muthalib datang ke rumah Wahb bin Abdul Manaf. Mereka sepakat menjodohkan Abdullah dengan Aminah.

Keesokan harinya, Abdullah bertemu lagi dengan gadis yang kemarin. Abdullah menyapanya,

"Mengapa engkau tidak menyapaku seperti kemarin?"

Gadis itu menjawab dengan ketus, "Sinar berseri-seri yang kemarin kulihat pada wajahmu sudah tidak ada lagi. Karena itu, sekarang aku sudah tidak membutuhkanmu!"


Sinar Kenabian

Sinar berseri-seri yang dilihat sang gadis pada wajah Abdullah menurut sebagian ahli sejarah adalah sinar kenabian yang akan diturunkan Abdullah kepada putranya.

Ketika Abdullah sudah dijodohkan dengan Aminah, maka gadis itu sudah tidak bisa lagi berharap akan memiliki putra yang kelak menjadi nabi.

Shallu 'alan Nabi...

Milad Ke 3 YANBI

Alhamdulillah, YANBI pada tanggal 14 Agustus 2021 telah memasuki tahun ke 3 sejak didirikan tahun 2018.

Dalam rangka milad ke 3 ini, pengurus melakukan penanaman berbagai jenis pohon-pohonan seperti pohon  jengkol, para, duku, jambu,pala, rambutan dan jeruk lemon. Tanaman di tanam oleh anak-anak panti dan InsyaAllah kelak akan menjadi pohon pelindung dan bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan Panti Asuhan Hidayah 2.

Pohon-Pohon Penyejuk

Penanam Pohon oleh Santri PATH-2

Penanam Pohon oleh Santri PATH-2

Masjid YANBI


Saturday, August 14, 2021

Kisah Rasulullah Muhammad SAW Bagian 7

Bagian 7

Penyerbuan

Ternyata, apa yang diharapkan Abrahah tidak terjadi. Orang-orang Arab sudah sangat mencintai rumah purba Ka'bah sehingga mereka tidak dapat berpaling ke rumah suci yang lain, betapa pun indahnya bangunan itu dibuat. Orang-orang Arab merasa ziarah mereka tidak sah jika tidak mengunjungi Ka'bah. Bahkan, penduduk Yaman sendiri tidak mengindahkan rumah suci baru itu. Seperti biasa, mereka tetap berbondong-bondong berziarah ke Mekah.

"Tidak ada jalan lain!" geram Abrahah.

"Gerakkan pasukan gajah kita! Serbu dan hancurkan Ka'bah! Aku sendiri yang akan memimpin! Jika bangunan tua itu hancur dan rata dengan tanah, orang orang Arab tidak akan punya pilihan lain selain datang ke tempat kita!"

Sang Penguasa Yaman memang ditakuti orang karena pasukan gajah yang dimilikinya. Abrahah sendiri naik di atas gajah yang paling besar dan kuat.


"Maju!" perintahnya.

Terompet pun membahana dan bumi seolah-olah pecah oleh gemuruh pasukan yang maju ke medan perang.

Mendengar keberangkatan pasukan ini untuk menghancurkan Ka'bah, penduduk Jazirah Arab terkejut. Walaupun tahu pasukan Abrahah begitu kuat, jiwa kepahlawanan orang-orang Arab menjulang tinggi di hadapan musuh.

Dzu Nafar, seorang bangsawan Arab, mengerahkan masyarakatnya untuk menahan gerak maju Abrahah. Akan tetapi, ia dikalahkan dan ditawan.

Nufail bin Habib Al Khath'ami memimpin pasukan Kabilah Syahran dan Nahis. Namun, ia juga dikalahkan dan dijadikan penunjuk jalan pasukan Abrahah.

Al Qullayus

Al Qullayus adalah nama gereja yang dibangun Abrahah agar orang tidak lagi pergi ziarah ke Mekah, tetapi ke gereja ini. Mengetahui maksud Abrahah ini, bangsa Arab marah karena kecintaan mereka pada Ka'bah sudah mendarah daging.

Sementara itu, seseorang dari suku Kinani malah pergi memasuki Al Qullayus dan membuat

kerusakan di dalamnya. Peristiwa inilah yang memicu Abrahah untuk menghancurkan Ka'bah.


Sikap Penduduk Mekah

"Kita lawan mereka, Abdul Muthalib! Berikan peringatan kepada setiap orang untuk bertempur!"

Orang-orang Quraisy di Mekah panik. Mereka meminta pendapat Abdul Muthalib untuk bertempur. Abdul Muthalib tahu, sekeras apa pun mereka melawan, semuanya akan sia-sia. Pasukan Mekah akan ditaklukkan. Karena itu, ia menjawab dengan bijak,

"Tidak, kita tidak akan mampu. Seorang utusan Abrahah telah tiba dan menyampaikan keterangan bahwa Abrahah tidak akan memerangi kita. Abrahah hanya ingin menghancurkan Ka'bah. Kita akan selamat jika tidak menghalanginya. Aku

sarankan semua orang pergi mengungsi ke gunung-gunung di sekeliling kota."

Abdul Muthalib kemudian mendatangi markas Abrahah bersama beberapa orang pemuka Mekah.

"Kembalikan unta-unta kami yang dirampas pasukanmu," kata Abdul Muthalib kepada Abrahah.

"Akan kukembalikan unta-unta itu! Apakah ada hal lain yang engkau minta?" tanya Abrahah.

"Urungkan niatmu untuk menghancurkan Ka'bah. Jika engkau mau, kami akan berikan sepertiga harta dari daerah Tihama yang subur."

Abrahah menggeleng, "Tidak."

"Kalau begitu, kami serahkan pengamanan Ka'bah kepada Tuhan pemilik Ka'bah!" jawab Abdul Muthalib, lalu dia pergi.

Kini kota Mekah kosong. Penduduknya telah mengungsi. Jalan lebar terbuka bagi Abrahah untuk menghancurkan Ka'bah yang letaknya sudah di depan mata.

Tidak ada yang mampu menghalangi kekuatan sebesar itu

Catatan

Abrahah Al Asyram

Abrahah Al Asyram bukanlah penduduk asli Yaman. Ia datang dari negeri Habasyah di Afrika, kemudian menduduki Yaman.

70.000 pasukan Habasyah yang dipimpin Aryath berhasil mengalahkan Yaman. Akan tetapi, Aryath kemudian dibunuh oleh Abrahah. Sejak itulah Abrahah memerintah Yaman.

Shallu 'alan Nabi...

Kisah Rasulullah Muhammad SAW Bagian 6

Bagian 6

Tebusan seratus unta

Dengan mem"baja"kan hati, Abdul Muthalib menuntun Abdullah menuju sebuah tempat di dekat sumur Zamzam yang terletak di antara dua berhala Isaf dan Na'ila. Di tempat itulah biasanya orang orang Mekah melakukan pengurbanan hewan untuk dewa-dewa mereka. Namun, masyarakat semakin keras menghalangi Abdul Muthalib melakukan niatnya. Akhirnya, kekerasan hatinya pun luluh.

"Baiklah, tetapi apa yang harus kulakukan agar berhala tetap berkenan kepadaku?"

"Kalau penebusannya dapat dilakukan dengan harta kita, kita tebuslah," kata Mughirah bin Abdullah dari suku Makhzum.

Setelah diadakan perundingan, mereka sepakat menemui seorang dukun di Yatsrib.

"Berapa tebusan kalian?" tanya dukun wanita itu.

"Sepuluh ekor unta."

"Kembalilah ke negeri kalian. Sediakan tebusan 10 ekor unta. Kemudian undi antara unta dan


anak itu. Jika yang keluar nama anakmu, tambahlah jumlah untanya, kemudian undi lagi sampai nama unta yang keluar."

Mereka pulang dengan lega dan segera mengundi dengan anak panah. Ternyata yang keluar adalah nama Abdullah. Mereka menambahkan tebusan unta dan mengundi lagi. Ternyata, lagi lagi nama

Abdullah yang keluar. Demikianlah, Abdul Muthalib menambah dan menambah terus jumlah unta. Ketika jumlah unta sudah mencapai 100 ekor, barulah nama unta yang keluar.

"Dewa sudah berkenan," seru orang orang.

"Tidak," bantah Abdul Muthalib. "Harus dilakukan sampai 3 kali."

Akhirnya, setelah 3 kali dikocok, yang keluar adalah nama unta. 100 ekor unta itu pun disembelih dan dibiarkan begitu saja tanpa disentuh manusia dan hewan karena mereka beranggapan bahwa unta itu untuk dewa.

Keturunan Dua Orang yang Disembelih

Diriwayatkan dari Rasulullah bahwa beliau bersabda,

"Aku adalah anak dua orang yang disembelih."

Yang dimaksud oleh beliau adalah Nabi Ismail nenek moyangnya, dan Abdullah ayahnya.


Si Penguasa Yaman


Saat Abdul Muthalib memimpin Mekah, ada sebuah peristiwa dahsyat. Kejadian ini bermula dari Yaman, sebuah negeri yang terletak jauh di sebelah selatan Mekah. Saat itu, Yaman diperintah oleh seorang penguasa bernama Abrahah Al Asyram.

"Aku tidak habis pikir, mengapa setiap tahun seluruh bangsa Arab datang ke tanah Mekah?" seru Abrahah kepada para menterinya.

"Paduka tahu, di sana ada sebuah bangunan bernama Ka'bah. Bangunan tua itu begitu disucikan oleh penduduk Jazirah Arab sehingga mereka tidak dapat berpaling darinya. Ke sanalah mereka pergi beribadah menyembah para dewa sepanjang tahun," jawab salah seorang menteri.

"Apa istimewanya bangunan tua yang terbuat dari batu kasar itu? Aku ingin negeri kita, Yaman, mempunyai sebuah rumah suci yang akan membuat bangunan tua di Mekah itu menjadi tidak berarti lagi dan dilupakan orang!"

"Namun, apa mungkin kita bisa membuat rumah suci baru yang bisa menandingi Ka'bah?"

"Mengapa tidak? Buat sebuah gereja yang sangat indah! Hiasi dengan perlengkapan paling mewah yang kita miliki! Gerbang emas, jendela perak, lantai pualam yang berkilau!

Semuanya! Kerahkan seluruh ahli bangunan! Aku ingin gereja itu selesai dalam waktu singkat!"

Tidak lama kemudian, berdirilah sebuah gereja seindah yang diinginkan Abrahah. Sang Penguasa Yaman itu mengunjunginya dengan rasa puas.

"Lihat, tidak lama lagi, seluruh orang Arab akan datang ke sini!"

kata Abrahah kepada bawahannya,

"bahkan orang orang Mekah akan melupakan rumah tua mereka begitu melihat bangunan seindah ini!"

Bendungan Ma'rib

Penduduk asli Yaman adalah kaum Saba. Sebelum datangnya Islam, negeri Yaman telah
terkenal dengan kemajuan teknologi bangunannya. Salah satu bangunan yang amat terkenal adalah Bendungan Raksasa Ma'rib. Ketika bangunan ini jebol, banjir besar melanda daerah sekitarnya sehingga para penduduk terpaksa pindah ke negeri lain.



Shallu 'alan Nabi...

Kisah Rasulullah Muhammad SAW Bagian 5

 Bagian 5

Bernadzar

Abdul Muthalib bernadzar, "Kalau saja aku mempunyai 10 anak laki-laki, kemudian setelah semuanya dewasa, aku tidak memperoleh anak lagi seperti ketika sedang menggali Sumur Zamzam, maka salah seorang diantara 10 anak itu akan kusembelih di Ka'bah sebagai kurban untuk Tuhan."

Ternyata takdir memang menentukan demikian. Abdul Muthalib akhirnya mendapat 10 orang anak laki-laki. Setelah semua anak berangkat dewasa, ia tidak memperoleh anak. Dipanggilnya kesepuluh orang anak itu, termasuk si bungsu Abdullah yang amat disayangi dan dicintainya.

"Aku pernah bernadzar untuk menyembelih salah seorang di antara kalian jika Tuhan memberiku 10 orang anak laki-laki."

Kesepuluh anaknya terdiam. Mereka memahami persoalan itu. Mereka juga melihat kebingungan yang luar biasa di mata ayah mereka yang berkaca-kaca.

"Namun, aku tidak bisa menentukan siapa di antara kalian yang harus kusembelih. Oleh karena, aku berniat memanggil juru qidh untuk menentukannya."

Di hadapan patung dewa tertinggi Ka'bah, juru qidh ( panah) meminta setiap anak menulis namanya masing-masing di atas qidh. Kemudian, ia mengocok anak panah tersebut di hadapan berhala Hubal. Nama anak yang keluar adalah Abdullah.

Melihat itu, serentak orang orang Quraisy datang dan melarangnya melakukan perbuatan itu.

"Batalkan keinginanmu, Abdul Muthalib! Mohon ampunlah kepada Hubal supaya kamu bisa membatalkan nadzarmu!"

Sanggupkah Abdul Muthalib menyembelih anak kesayangannya, apalagi tidak ada orang yang menyetujui niatnya itu?

Menemukan Zamzam

Malam harinya, dengan tubuh lelah, Abdul Muthalib tertidur. Tiba-tiba, dalam tidur, dia bermimpi mendengar suara yang bergema berulang-ulang, "Temukan Sumur Zamzam itu, wahai Abdul Muthalib! Temukan Sumur Zamzam! Temukan!"


Abdul Muthalib terbangun dengan keyakinan dan semangat baru. Esoknya, dia mengajak Harits menggali dan menggali lebih giat.

Rasa heran orang-orang Quraisy yang melihatnya berubah menjadi tawa.

"Kasihan Abdul Muthalib, mungkin dia sudah kehilangan akal sehatnya!" kata mereka satu sama lain.

Suatu saat, ketika mereka sedang menggali di antara berhala Isaf dan Na'ila, air membersit.

"Air! Harits! Lihat, ada air!" seru Abdul Muthalib saking kagetnya.

"Ayo kita gali terus, Ayah! Ayo gali terus!"

Ketika mereka menggali lebih dalam, tampaklah pedang-pedang dan pelana emas yang pernah ditaruh oleh Mudzaz bin Amr dahulu. Melihat

penemuan itu, orang-orang Quraisy datang berbondong-bondong.

"Abdul Muthalib, mari kita berbagi air dan harta emas itu!" pinta mereka.

"Tidak! Tetapi, marilah kita mengadu nasib di antara aku dan kamu sekalian dengan permainan qidh (anak panah). Dua anak panah buat Ka'bah, dua buat aku, dan dua buat kamu. Kalau anak panah itu keluar, dia mendapat bagian. Kalau tidak, dia tidak mendapat apa-apa."

Usul ini disetujui. Juru qidh mengundinya di tengah-tengah berhala di depan Ka'bah. Ternyata, anak panah Quraisy tidak ada yang keluar. Pemenangnya adalah Abdul Muthalib dan Ka'bah. Oleh karena itu, Abdul Muthalib dapat meneruskan tugasnya mengurus air dan keperluan para tamu Mekah setelah Sumur Zamzam memancar kembali.

Mengingat beratnya tugas itu. Abdul Muthalib sangat ingin agar dia mempunyai banyak anak laki-laki yang dapat membantunya.

Pedang dan Pelana Emas


Abdul Muthalib memasang pedang-pedang itu di pintu Ka'bah, sedangkan pelana-pelana emas ditaruh di dalam rumah suci itu sebagai perhiasan.

Shallu 'alan Nabi...

Kisah Rasulullah Muhammad SAW Bagian 4

Bagian 4

Harta Abdul Muthalib

Setelah tumbuh dewasa, Abdul Muthalib pun menjadi seorang pemuka Mekah sebagaimana Hasyim, bapaknya.

Sementera itu, ketika Hasyim meninggal, hartanya dikuasai oleh Naufal, adiknya yang terkecil.

Setelah dewasa, Abdul Muthalib hendak meminta harta ayahnya, tetapi Naufal menolak. Abdul Muthalib pun meminta bantuan kerabat ibunya yang tinggal di Yatsrib. Orang-orang Yatsrib mengirimkan 80 pasukan berkuda. Naufal pun ketakutan dan menyerahkan harta Hasyim kepada Abdul Muthalib

Pada zaman pemerintahannya, Abdul Muthalib melakukan sebuah perbuatan yang akan dikenang orang sepanjang zaman.

Sumber Air Mekah

Abdul Muthalib adalah pengurus air dan makanan bagi tamu-tamu yang datang ke Mekah. Setelah ratusan tahun Sumur Zamzam tertimbun, air harus didatangkan dari beberapa sumur yang terpencar-pencar di sekitar Mekah.

Menggali Sumur Zamzam

Saat itu, Sumur Zamzam telah terkubur dan dilupakan orang selama ratusan tahun. Namun, Abdul Muthalib tidak pernah lupa pada sejarah Mekah, bahwa dulu pernah ada mata air yang menghidupi Mekah, mata air yang memancar keluar oleh kaki Ismail.

"Aku harus menemukannya!" pikir Abdul Muthalib. "Aku harus menemukan kembali Sumur

Zamzam yang telah dilupakan orang! Apalagi aku bertugas menyediakan air dan makanan bagi penduduk Mekah."

Pikiran seperti itu tidak pernah hilang dari benaknya, "Aku harus menemukannya! Aku harus menemukannya!"

Setelah itu, Abdul Muthalib mengambil tembilang (alat untuk menggali bertangkai panjang) dan memanggil putra satu-satunya, "Harits, temani ayah mencari dan menggali kembali Sumur Zamzam!"

Harits mengangguk. Kemudian, mereka mulai mencari di mana dulu letak Mata Air Zamzam berada. Setelah beberapa kali mencoba menggali di beberapa tempat, Sumur Zamzam tidak juga ditemukan.

"Ayah, mungkin Sumur Zamzam memang telah hilang," kata Harits.

"Tidak Nak, Ayah yakin Sumur itu masih ada! Kita harus menemukannya! Orang-orang Mekah akan hidup lebih baik jika Sumur Zamzam ada di tengah kita!"

Dengan gigih keduanya pun terus mencari sumur Zam-Zam.

Orang-orang Quraisy, penduduk asli Mekah, melihat perbuatan mereka dengan heran.

"Mengapa engkau masih terus menggali, Abdul Muthalib? Bukankah dulu nenek moyang kita, Mudzaz bin Amr pernah menggalinya, tapi tidak berhasil?"

Abdul Muthalib menaruh tembilangnya dan duduk.

Ya, ratusan tahun yang lalu Mudzaz bin Amr mertua Nabi Ismail عليه ااسلام pernah mencoba menggali Zamzam tapi tidak berhasil.

Padahal, saat itu Mudzaz telah mempersembahkan sesaji berupa pedang dan pelana berpangkal emas agar Sumur Zamzam ditemukan.

Shallu 'alan Nabi...

Jangan Lupa Untuk Melihat Tayangan Ini!

Kisah Rasulullah Muhammad SAW Bagian 9